About Me

My photo
Portal dan Referensi Cari Kavling Siap Bangun serta Rumah Syariah dengan Akad Berlandaskan Syariah Tanpa Riba sehingga tidak ada Bunga, Denda, dan Sita. KPR tanpa Dana Lembaga Keuangan namun mengedepankan Konsep KPR Syariah secara langsung ke Developer

Labels

Instagram posts

Text Widget

Popular Posts

Pages

More Services

Our Services

Services

Follow on FaceBook

Friday, December 1, 2017

Boleh Riba Jika Darurat Benarkah?

 


Benarkah Jika Riba Dibolehkan dengan Alasan Kondisi Darurat? 


Oleh: KH. Muhammad Shiddiq al-Jawi, M.Si

Soal:
Bolehkah kita mengambil atau memanfaatkan bunga bank (riba) dengan alasan darurat, misalnya karena di suatu tempat yang ada hanya bank konvensional, belum ada financial institution syariah?

Jawab:
Untuk menjawab persoalan tersebut, akan diuraikan lebih dahulu definisi darurat menurut makna bahasa dan makna istilah yang berkembang dalam berbagai madzhab. Setelah itu akan dipilih definisi darurat yang paling rajih (kuat-tepat) untuk menjawab pertanyaan di atas.


Image : pixabay.com


1. Darurat Menurut Makna Bahasa

Menurut Al-Jurjani dalam At-Tarifat hal. 138, dharurah berasal dari kata dharar. Sedang kata dharar memiliki tiga makna yaitu lawan dari manfaat, kesulitan/kesempitan, dan buruknya keadaan (Al-Munawwir, 1984:876).

Kata dharurah, dalam kamus Al-Mujam Al-Wasith hal. 538 mempunyai arti kebutuhan, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan kesulitan.

2. Darurat Menurut Makna Istilah 

Dalam makna istilahnya, dharurah (darurat) memiliki beberapa definisi yang hampir sama pengertiannya.

Berikut berbagai definisi darurat menurut ulama madzhab empat dan ulama kontemporer, yang terhimpun dalam kitab Al-Dharurah wa Al-Hajah wa Atsaruhuma fi Al-Tasyri Al-Islami karya Abdul Wahhab Ibrahim Abu Sulaiman (1994), dan kitab Nazhariyyah Al-Dharurah Al-Syariyah karya Wahbah Az-Zuhaili (1997).

- Menurut Madzhab Hanafi Al-Jashshash dalam Ahkamul Quran (I/1050) ketika membahas makhmashah (kelaparan parah) mengatakan, darurat adalah rasa takut akan ditimpa kerusakan atau kehancuran terhadap jiwa atau sebagian anggota tubuh bila tidak makan.

Al-Bazdawi dalam Kasyful Asrar (IV/1518) menyebutkan definisi serupa, yaitu darurat dalam hubungannya dengan kelaparan parah adalah jika seseorang tidak mau makan, dikhawatirkan ia akan kehilangan jiwa atau anggota badannya.

Sedang dalam kitab Durar Al-Ahkam Syarah Majallah Al-Ahkam (I/34), Ali Haidar mengatakan, darurat adalah keadaan yang memaksa (seseorang) untuk mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh syara (al-halah al-muljiah li tanawul al-mamnu syaran).

- Menurut Madzhab Maliki dalam Al-Qawanin Al-Fiqhiyah (hal. 194) dan Al-Dardir dalam Al-Syarh Al-Kabir (II/1015) mengatakan, darurat ialah kekhawatiran akan mengalami kematian (khauf al-maut)...Dan tidak disyaratkan seseorang harus menunggu sampai (benar-benar) datangnya kematian, tapi cukuplah dengan adanya kekhawatiran akan mati, sekalipun dalam tingkat dugaan (zhann).

- Menurut Madzhab Syafii dalam Al-Asybah wa An-Nazhair hal.61 mengatakan darurat adalah sampainya seseorang pada batas di mana jika ia tidak memakan yang dilarang, ia akan binasa (mati) atau mendekati binasa.

Muhammad Al-Khathib Al-Syarbaini dalam Mughni Al-Muhtaj (IV/306) menyatakan, darurat adalah rasa khawatir akan terjadinya kematian atau sakit yang menakutkan atau menjadi semakin parahnya penyakit ataupun semakin lamanya sakit...dan ia tidak mendapatkan yang halal untuk dimakan, yang ada hanya yang haram, maka saat itu ia mesti makan yang haram itu.

- Menurut Madzhab Hanbali, Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (VIII/595) menyatakan, darurat yang membolehkan seseorang makan yang haram adalah darurat yang dikhawatirkan akan membuat seseorang binasa jika ia tidak makan yang haram.

- Menurut Ulama Kontemporer

Muhamad Abu Zahrah dalam Ushul Al-Fiqh hal. 43 mendefinisikan darurat sebagai kekhawatiran akan terancamnya kehidupan jika tidak memakan yang diharamkan, atau khawatir akan musnahnya seluruh harta miliknya.

Mustafa Az-Zarqa dalam Al-Madkhal Al-Fiqhi Al-Aam (I/991) berkata, darurat adalah sesuatu yang jika diabaikan akan berakibat bahaya, sebagaimana halnya paksaan yang mengancam jiwa dan khawatir akan binasa karena kelaparan.

Wahbah Az-Zuhaili dalam Nazhariyyah Al-Dharurah hal. 65 mendefinisikan darurat adalah datangnya bahaya pada manusia atau kesulitan yang amat berat, yang membuat dia khawatir akan terjadinya sesuatu yang menyakitkan atas jiwa, anggota tubuh, kehormatan, akal, harta, dan yang berkaitan dengannya.

Image : pixabay.com


3. Definisi yang Rajih

Berbagai definisi ulama madzhab empat mempunyai pengertian yang hampir sama, yaitu kondisi terpaksa yang dikhawatirkan dapat menimbulkan kematian, atau mendekati kematian.

Dengan kata lain, semuanya mengarah kepada tujuan pemeliharaan jiwa.

Wahbah Az-Zuhaili menilai definisi tersebut tidaklah lengkap, sebab menurutnya, definisi darurat haruslah mencakup semua yang berakibat dibolehkannya yang haram atau ditinggalkannya yang wajib. Maka dari itu, Az-Zuhaili menambahkan tujuan selain memelihara jiwa, seperti tujuan memelihara akal, kehormatan, dan harta. Abu Zahrah juga menambahkan tujuan pemeliharaan harta, sama dengan Az-Zuhaili. Tapi, apakah definisi yang lebih lengkap ini otomatis lebih rajih (kuat)?

Sesungguhnya definisi darurat haruslah dikembalikan pada nash-nash yang menjadi sumber pembahasan darurat. Sebab istilah darurat memang bersumber dari beberapa ayat Al-Quran, seperti
Qs. al-Baqarah [2]: 173;
Qs. al-Maaidah [5]: 3;
Qs. al-Anaam [6]: 119;
Qs. al-Anaam [6]: 145; dan
Qs. an-Nahl [16]: 115

Ayat-ayat ini intinya menerangkan kondisi darurat karena terancamnya jiwa jika tidak memakan yang haram, seperti bangkai dan daging babi. Jadi, kunci persoalannya bukanlah pada lengkap tidaknya definisi darurat, melainkan pada makna dalil-dalil syari yang mendasari definisi darurat itu sendiri.

Berdasarkan ayat-ayat itulah, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah (III/477) menyatakan, definisi darurat adalah keterpaksaan yang sangat mendesak yang dikhawatirkan akan dapat menimbulkan kebinasaan/ kematian.

4. Implikasi Definisi

Dari definisi darurat yang rajih tersebut, kita dapat mengetahui cakupan darurat, yaitu kondisi terpaksa yang berkaitan dengan pemeliharaan jiwa (hifzh an-nafs), seperti misalnya orang kelaparan yang terancam jiwanya yang tidak mendapatkan makanan selain daging babi atau bangkai (Muhlish Usman, 1996:134). Atau seperti orang yang diancam akan dibunuh jika tidak mau mengucapkan kata-kata kufur, asalkan hatinya tetap beriman (Djafar Amir, t.t.:37).

Adapun tujuan syariah lainnya, misalnya pemeliharaan harta (hifzh al-mal), sebenarnya bukanlah termasuk cakupan darurat. Jadi, tidak benar fatwa yang membolehkan mengambil atau memanfaatkan bunga bank dari bank konvensional, dengan alasan darurat karena belum adanya bank syariah di suatu tempat.

Fatwa yang tidak tepat itu kemungkinan karena didasarkan pada definisi darurat yang lebih lengkap dari ulama kontemporer. Padahal definisi lengkap itu sebenarnya tidaklah sesuai dengan maksud yang dikehendaki oleh dalil-dalil syari untuk makna dharurah.

5. Simpulan

Dari uraian di atas, jelaslah bunga bank (yang termasuk riba), tidak dapat dimanfaatkan dengan alasan darurat. Misalnya dengan dalih bahwa di suatu tempat (kota, kabupaten, atau propinsi) belum ada financial institution syariah, sementara yang ada hanya bank konvensional yang memberi atau mengambil riba. Memanfaatkan riba adalah haram, baik di suatu tempat yang sudah ada financial institution syariahnya maupun yang belum ada bank syariahnya.


Sumber Inspirasi : Rokib Kelana Digital Product ID

No comments:
Tulis comments

Anda tentu tahu, Hasanah Land sebagai Properti Syariah ber-KOMITMEN membantu Anda mewujudkan Hunian Ideal,Persyaratan Simpel,Skema Cicilan Fleksibel. Jadi, APalagi yang Anda Tunggu?

YUK BERTEMAN